Warga Teriak Tolak Stasiun Karet Ditutup: Awal Kesengsaraan

Jabar, PaFI Indonesia — Sejumlah pengguna KRL Commuter Line menolak rencana pemerintah menutup Stasiun Karet. Mereka menilai kebijakan itu tidak tepat dan justru menyulitkan pekerja di Jakarta.
Luke (27), seorang karyawan swasta, biasa menggunakan KRL dari Stasiun Tanjung Barat ke Stasiun Karet hampir setiap hari. Dia turun di Karet untuk berjalan kaki ke kantornya yang berjarak sekitar 750 meter.

Dia berpendapat banyak pekerja di sekitar Karet Tengsin, Mega Kuningan, dan Sudirman yang sama dengannya. Stasiun Karet menjadi pilihan mereka karena tinggal berjalan kaki ke kantor masing-masing.

“Menurut saya Stasiun Karet jangan ditutup. Itu benar-benar jadi awal kesengsaraan banyak orang,” kata Luke kepada PaFIIndonesia.com, Jumat (3/1).

Dia berkata Stasiun Sudirman Baru BNI City bukan opsi baik baginya dan para pekerja lain. Pasalnya, jarak stasiun itu dari kantornya lebih dari 1 kilometer. Selain itu, tak tersedia trotoar yang memadai.

Luke berkata opsi lainnya adalah Stasiun Tebet lalu lanjut menggunakan Jak Lingko. Namun, ia memperkirakan akan ada penumpukan penumpang di Stasiun Tebet jika Stasiun Karet ditutup.

Dia pun harus berebut dan berdesakan di Jak Lingko jika memilih opsi itu. Selain itu, ia harus terjebak di kemacetan Kasablanka, Kuningan, hingga Ka-ret Tengsin jika memilih Jak Lingko dari Stasiun Tebet.

“Pilihan lainnya naik motor dengan risiko yang cukup besar, kayak macet dan keamanan di jalan,” ujarnya.

Karyawan swasta lainnya yang rutin mengakses Stasiun Karet, Wibi Pangestu Pratama, juga tak setuju dengan rencana itu. Dia pun mempertanyakan ucapan Direktur Pengembangan Usaha dan Kelembagaan PT KAI Rudi As Aturridha yang menyarankan warga jalan kaki dari BNI City ke Karet.

“Kalau saran saya, Pak Rudi harus coba jalan kaki dulu dari Dukuh Atas (Stasiun Sudirman Baru BNI City) ke Karet dan rasain integrasi itu tadi dengan moda-moda lainnya,” kata Wibi.

Wibi berpendapat Stasiun Karet sebenarnya ada untuk melayani penumpang di sekitar Karet Tengsin, Mega Kuningan, dan sebagian Sudirman. Lalu Stasiun Sudirman hadir sebagai lokasi turun penumpang di sekitar Sudirman dan Thamrin.

Dia justru mempertanyakan alasan pemerintah mempertahankan Sudirman Baru BNI City dan justru ingin menghapus Karet. Menurutnya, Sudirman Baru justru tumpang tindih dengan dua stasiun lainnya yang sudah ada terlebih dulu.

Wibi menyarankan pemerintah untuk membuat kebijakan yang berorientasi terhadap pelanggan. Dia menilai jelas-jelas pengguna KRL Commuter Line lebih banyak mengakses Sudirman dan Karet dibanding Sudirman Baru BNI City.

“Untuk para pejabat KAI, KCI, saya sarankan untuk sering-sering pakai transportasi umum tanpa dikawal dan disterilkan, terutama di jam padat, biar tahu pengalaman menggunakannya gimana dan tahu apa yang dibutuhkan pengguna, ini jasa pelayanan untuk penumpang,” ucap Wibi.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan Stasiun Karet akan ditutup.
Dia mengungkap hal itu saat membahas optimalisasi pelayanan perkeretaapian.

“Ini yang tadi dibilang kan bagaimana membangun ekosistem seperti tadi. Mungkin di (Sta-siun) Karet, ditutup,” ujar Erick di Sta-siun BNI City, Jakarta Pusat, Rabu (1/1).

Direktur Pengembangan Usaha dan Kelembagaan PT KAI Rudi As Aturridha mengatakan Sta-siun Karet terlalu dekat dengan Sudirman Baru BNI City. Dia berkata penghapusan Karet tinggal menunggu Grafik Perjalanan Kereta Api (Gapeka) 2025.

“Stasiun karet ditutup karena sudah dekat sekali dengan BNI City. Jadi kalau orang yang mau ke Karet, dia tinggal jalan aja. Kan kita udah buat yang selasarnya sampai dengan ke BNI City, sehingga trafiknya pun akan lebih cepat,” ucap Rudi dilansir Detikfinance.